Jumat, 11 Mei 2018

MENGENAL LEBIH JAUH SISTEM BIOPORI

 Lubang Resapan Biopori (LRB). Isu tentang pemanasan global (global warming) dewasa ini begitu banyak menyita perhatian orang. Fokus terhadap isu tersebut tidak hanya berasal dari kalangan pemerintahan, melainkan juga dari akademisi, industri bahkan masyarakat umum. Isu pemanasan global yang diantaranya berimbas dengan adanya fenomena El-NiDo dan La-NiDa membuka mata dunia tentang pentingnya gaya hidup ramah lingkungan.
Munculnya kedua fenomena salah satunya menjadikan peristiwa banjir dan kekeringan sebagai dua hal yang akan sulit dipisahkan. Hal tersebut terkait dengan semakin kurang tertatanya sumber daya air sehingga lama retensi
air dalam tanah menjadi jauh lebih singkat.
Jadi, air hujan yang seharusnya dapat diserap kedalam tanah untuk menghindari bahaya banjir tidak dapat terwujud. Pada musim kemarau, tidak ada lagi air yang tersimpan karena hampir semua hujan langsung dialirkan ke laut.
Lubang Resapan Biopori (LRB)

Teknologi Tepat Guna Lubang Resapan Biopori (LRB)

Sebagai wujud upaya untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, seorang dosen Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan IPB yang bernama Ir. Kamir Raziudin Brata, M.Sc menemukan sebuah teknologi tepat guna bernama Lubang Resapan Biopori (LRB) sekitar tahun 2000 lalu. Biopori merupakan salah satu solusi manajemen air yang sangat mudah, sederhana dan sekaligus murah. Orang awam pun dapat menerapkan teknologi biopori.
Lubang Resapan Biopori (LRB) adalah lubang silindris yang dibuat vertikal ke dalam tanah dengan  diameter 10-30 cm dan kedalaman sekitar 80-100 cm. LBR kemudian diisi dengan sampah organik untuk memicu terbentuknya porositas tanah oleh aktivitas organisme tanah dan atau akar tanaman.
Secara alami, biopori merupakan pori-pori dalam tanah yang terbentuk akibat aktifitas cacing, rayap, perakaran dan fauna tanah lainnya. Adanya pori-pori akan menambah kegemburan tanah sehingga meningkatkan kemampuannya dalam menyerap, menyimpan air hujan dan sekaligus meningkatkan kesuburan tanah.

Manfaat Lubang Resapan Biopori

Beberapa manfaat lubang biopori adalah sebagai media peresapan air, pengkomposan dan peningkatan kesuburan tanah. LRB mampu meningkatkan daya resap air sehingga mengurangi potensi bahaya banjir. Hanya saja antisipasi terhadap  bencana banjir memerlukan jumlah LRB yang banyak.
Sebagai contoh DKI, sesuai analisa BPLHD Jakarta idealnya sekurang-kurangnya memerlukan 76 juta LRB. Hal tersebut memungkinkan dicapai jika setiap rumah, perkantoran, pasar, mall, tempat-tempat umum dll memiliki LRB.
Jumlah air yang dapat terserap secara langsung melalui bidang resapan setiap LRB mencapai 1,5 hingga 16 liter per menitnya. Adapun luas bidang resapan dapat dihitung berdasarkan luas kolom lubang. Dengan demikian lubang berdiameter 10 cm sedalam 100 cm memiliki bidang resapan air hingga !S m2.
LRB dapat menjadi tempat pembuangan sampah organik seperti dedaunan, sampah dapur, potongan rumput, serbuk gergaji dll. Setelah beberapa lama, sampah organik yang tersimpan dalam lubang biopori akan berubah menjadi kompos. Produk yang dapat kita manfaatkan sebagai pupuk tanaman.
Tersedianya tempat pembuangan sampah organik akan turut membantu beban pemerintah dalam pengelolaan persampahan yang umumnya menuai banyak masalah di perkotaan.
LRB juga berkontribusi terhadap peningkatan kesuburan tanah karena lubang biopori menyediakan resapan air dan ketersediaan bahan organik yang cukup bagi organisme tanah. Ketersediaan keduanya mendorong aktivitas organisme di sekitar LRB.
Selain itu, LRB akan mengurangi jumlah genangan-genangan air sehingga mencegah bahaya penyakit seperti DBD, malaria dan kaki gajah (filariasis).

Kamis, 10 Mei 2018

drainase terbesar di dunia tokyo,jepang

Tokyo, dengan populasi 12,4 juta, adalah salah satu kota terbesar di dunia dan masih terus berkembang.
Proyek G-Cans (Shutoken Gaikaku Housui Ro, atau Channel area Discharge Outer Metropolitan Underground) adalah jalur air bawah tanah dan air besar area penyimpanan yang dibangun oleh pemerintah Jepang untuk melindungi Tokyo dari banjir selama musim hujan.


Untuk menyerap air hujan, kompleks tersebut dilengkapi dengan 59 turbo pump dan total kapasitas lebih dari 14 ribu tenaga kuda . Tampaknya ini jelas mungkin dirancang untuk banjir paling intens.
Dimulai pada tahun 1992, proyek dua-miliar-dolar yang akan selesai pada tahun 2009. Terowongan lebih dari 100 km lari, tapi mungkin fitur yang paling mengesankan dari sistem drainase adalah tinggi silo 213 kaki dan 83 kaki serta 580 kaki panjang tangki utama berpilar. Dan dikenal sebagai "Temple Underground," yang dibangun untuk mengumpulkan limpahan dari saluran air kota. Sistem drainase humongous dapat memompa lebih dari 200 ton air per detik.

Oleh karena itu, marjin fasilitas keselamatan ditempatkan besar. Membiarkan semua laut akan bangkit dalam awan dan jatuh hujan. Desainer harus mempertimbangkan satu set penyimpanan bawah tanah yang sangat besar untuk ribuan ton air ke atas curah hujan tinggi daerah bukanlah untuk penyelaman.


Sejak pembukaannya, G-Cans telah mencegah banjir masuk metropolis, tapi "sayangnya" tidak bisa mencegah banyak orang, termasuk selebriti dan pembuat film dari tempat banjir. Hal ini karena proyek G-Cans ini juga dimaksudkan untuk menjadi daya tarik wisata, dan dapat dikunjungi secara gratis dua kali sehari, dari Selasa sampai Jumat. Sebuah tur gratis yang ditawarkan dalam bahasa Jepang saja. Dianjurkan agar anda membawa penerjemah untuk "alasan keamanan." Sayangnya, tur dilakukan hanya dalam bahasa Jepang. Mungkinkah ini diterapkan di Indonesia...???

Minggu, 06 Mei 2018

RUMAH APUNG CARA BLANDA HADAPI PERUBAHAN IKLIM

Dengan segelas kopi ditangannya, Willem Blokker naik dua anak tangga menuju teras di atap rumahnya. Ia menikmati pemandangan sebelum duduk di sebuah sofa. "Sekarang Anda mengerti kenapa hidup terasa seperti liburan permanen di sini?"
Warga Belanda berusia 52 tahun ini tinggal di salah satu dari 43 rumah apung di wilayah hasil kembang baru di bagian timur Amsterdam, yang disebut Steigereiland. Layaknya kapal besar melabuh, setiap rumah diikat ke empat titik tambatan kapal.
Bukan berarti tempat ini sempurna. Rumah apung sedikit bergoyang saat ada ombak, kata Blokker, meskipun arsiteknya menjanjikan sebaliknya. Namun lama-kelamaan terbiasa, tambahnya.
Fondasi bangunan diisi semen dan busa pemberat. Gelang-gelang yang tertempel pada palang-palang yang terbenam dalam laut memastikan rumah tidak terbawa arus. Bangunan juga dapat bergerak naik turun, tergantung tingkat permukaan air. "Itu rahasianya," ujar Floris Hund dari firma arsitek Marlies Rohmer, yang membantu desain kompleks rumah apung.
Mendahului perubahan iklim
Perencanaan khusus bagi rumah apung adalah salah satu cara adaptasi pemerintah Belanda terhadap dampak kenaikan permukaan laut dan curah hujan yang meningkat akibat perubahan iklim. Bagi Belanda, perubahan kecil pada fluktuasi permukaan air membawa masalah yang hanya akan bertambah parah.
Menurut pakar Komisi Delta pemerintahan Belanda, permukaan air laut akan naik di Belanda hingga 1,3 meter dalam satu abad ke depan, dan mencapai 4 meter dalam 200 tahun mendatang. Sepertiga wilayah Belanda terletak sejajar dengan permukaan air laut, atau dibawahnya.
Lalu ada juga ancaman kenaikan tingkat permukaan sungai. Akibat perubahan iklim, sungai yang mengalir masuk ke Belanda lebih penuh dari sebelumnya, kata Pavel Kabat, pakar iklim Komisi Delta.
"Masalah ini tidak bisa dipecahkan hanya dengan tanggul, kami harus mengubah strategi," ungkap Kabat. "Kami tidak boleh melihat air sebagai bahaya, namun lebih sebagai peluang, sebagai tantangan."Hidup bersama air
'Leven met water' atau hidup bersama air mencerminkan strategi baru dalam perencanaan teknik sipil di Belanda. Sebuah perubahan besar tengah terjadi, menjauh dari pengerjaan yang melawan kenaikan air, dan justru berusaha bekerja bersama kenaikan air. Rawa yang sudah diberi tanggul kembali dibanjiri, kanal-kanal yang sudah tidak digunakan kembali dimanfaatkan, dan danau-danau penampungan sedang dibangun. Di sejumlah lokasi, sungai-sungai digali lebih dalam, dan tanggul-tanggul dipindahkan jauh dari pinggiran sungai.
Kota Nimwegen di bagian tenggara Belanda menjadi lokasi proyek besar yang melibatkan pembelokkan sungai Waal.
"Nimwegen letaknya terlalu dekat dengan sungai - berarti Waal harus didorong melewati leher botol," jelas Ingwer de Boer, direktur program Ruang bagi Sungai. "Semacam jalan pintas akan diciptakan, dengan sebuah pulau yang dilengkapi perkantoran, toko dan taman."
Program perlindungan dari banjir di Belanda termasuk 39 proyek semacam ini, di wilayah sekitar sungai Rhein, Maas, Waal dan Ijssel. Upaya ini harus mampu melindungi sekitar 4 juta warga, dengan biaya 2,3 miliar Euro.
Upaya Belanda dalam melawan naiknya permukaan laut juga mulai menarik perhatian dunia. Delegasi dari Thailand, Vietnam, Australia dan Amerika Serikat telah mengunjungi Belanda untuk bertemu dengan para insinyur sipil negeri oranye, untuk membahas metode penanggulangan masalah yang disebabkan oleh kenaikan permukaan laut.

BELAJAR DARI SISTEM POLDER NEGERA BELANDA


Meski air adalah sahabat yang diakrabi, akan tetapi di saat yang sama bangsa Belanda juga berjuang menaklukan air layaknya menghalau musuh. Hal tersebut mengingatkan kita pada untaian kata yang dilontarkan Rene Descartes, “God created the world, but the Dutch created Holland”,ujarnya. Filsuf Perancis tersebut mencoba menggambarkan bagaimana orang Belanda mengeringkan daratan yang digenangi air agar dapat menjadi permukiman yang layak didiami.
 
 
Gambar
Polder dan Kincir Angin di Kinderdijk, Belanda
Belanda menerapkan sistem reklamasi lahan melalui sistem polder yang kompleks untuk mempertahankan wilayah Belanda dari ancaman banjir dan air pasang. Polder merupakan sistem tata air tertutup dengan elemen meliputi tanggul, pompa, saluran air, kolam retensi, pengaturan lansekap lahan, dan instalasi air kotor terpisah. Sistem polder mula-mula dikembangkan Belanda pada abad ke-11 dengan adanya dewan yang bertugas untuk menjaga level ketinggian air dan untuk melindungi daerah dari banjir (waterschappen). Kemudian sistem polder ini disempurnakan dengan penggunaan kincir angin pada abad ke-13 untuk memompa air keluar dari daerah yang berada di bawah permukaan air laut. Dengan semakin banyaknya pembangunan sistem hidrolik inovatif di negeri Van Oranje tersebut, polder dan kincir angin akhirnya menjadi identik dengan Negeri Belanda.
Negara Belanda merupakan negara yang tak pernah berhenti berupaya melahirkan inovasi. Perjuangan melawan banjir telah dilakukan Belanda hampir selama satu milenium. Lebih dari seratus bencana banjir pernah menyerang Belanda dalam kurun waktu tersebut. Salah satu bencana banjir yang paling memakan banyak korban adalah yang terjadi pada tahun 1953. Sebagai reaksi preventif, Pemerintah Belanda membuat Proyek Delta (Delta Works/ Deltawerken), yaitu pembangunan infrastruktur polder strategis untuk menguatkan pertahanan terhadap bencana banjir. Secara konsep, Proyek Delta ini akan mengurangi resiko banjir di South Holland dan Zeeland untuk sekali per 10.000 tahun. Meskipun Proyek Delta telah selesai tahun 1997, masih ada ancaman kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim yang mendorong Belanda untuk terus-menerus menyempurnakan sistem poldernya. Ini adalah perjuangan berat jangka panjang bangsa Belanda dalam menaklukan air.
 
Gambar
Proyek Delta (Delta Works/ Deltawerken)
 
Proyek Delta dikonstruksi hampir selama 5 dekade dan menjadi salah satu upaya pembangunan terbesar dalam sejarah peradaban manusia. American Society of Civil Engineers pun menetapkannya sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia modern. Terkait dengan pencapaian tersebut, dapat dirasakan bahwa semangat membangun dan berinovasi Belanda sangat tinggi. Inovasi adalah instrumen utama dalam pembangunan Belanda menjadi sebuah bangsa yang sejahtera secara ekonomi, kaya akan budaya dan memiliki reputasi tinggi dalam bertoleransi. Ekonomi pengetahuan (knowledge economy) telah menjadi pijakan bagi Belanda melejitkan diri dan mengambil posisi penting dalam percaturan global. Ini adalah ekonomi dimana pengetahuan dan kreativitas menjadi faktor produksi penting, sehingga setiap orang ditantang untuk menggunakan talenta serta mengembangkan diri sebesar mungkin.
 
Apa itu Sistem Polder???
Polder adalah dataran rendah yang membentuk daerah yang dikelilingi oleh tanggul. Pada daerah ini air buangan seperti air kotor dan air hujan dikumpulkan di suatu badan air (sungai, kanal) lalu dipompakan ke badan air yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya dipompakan ke sungai atau kanal yang bermuara ke laut. Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang direklamasi. Sistem polder banyak diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai, juga pada manajemen air buangan (air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari permukaan laut dan sungai.
Penerapan sistem polder dapat memecahkan masalah banjir perkotaan. Suatu subsistem-subsistem pengelolaan tata air tersebut sangat demokratis dan mandiri sehingga dapat dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam hal pengendalian banjir kawasan permukiman mereka. Unsur terpenting di dalam sistem polder adalah organisasi pengelola, tata kelola sistem berbasis partisipasi masyarakat yang demokratis dan mandiri, serta infrastruktur tata air yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat. Sedangkan pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap pengintegrasian sistem-sistem polder, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan sungai-sungai utama. Hal tersebut merupakan penerapan prinsip pembagian tanggung jawab dan koordinasi dalam good governance.
 
Gambar
Sistem Polder
(Sumber : Laporan Akhir ” Pengembangan Teknologi Bangunan Air Pengendalian Banjir Perkotaan Menuju Waterfront City”)
 
Mengapa perlu dikembangkan Sistem Polder???
Pengembangan kota-kota pantai di Indonesia seperti Jakarta dan Semarang seringkali lebih didasarkan kepada kepentingan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pengembangan kawasan-kawasan ini menimbulkan banjir yang menunjukkan ketidakseimbangan pembangunan. Maka dari itulah perlu upaya peningkatan atau pengembangan aspek teknologi dan manajemen untuk pengendalian banjir dan ROB di kota-kota pantai di Indonesia. Dengan demikian sistem polder dikembangkan karena menggunakan paradigma baru, diantaranya berwawasan lingkungan (environment oriented), pendekatan kewilayahan (regional based), dan pemberdayaan masyarakat pengguna.
Sistem polder yang merupakan suatu daerah yang dikelilingi tanggul atau tanah tinggidibangun agar air banjir atau genangan dapat dicegah dan pengaturan air di dalamnya dapat dikuasai tanpa pengaruh keadaan di luarnya. Suatu sub­sistem-subsistem pengelolaan tata air tersebut dianggap pas dan mandiri yang dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam pengen­dalian banjir kawasan per­mu­kiman. Penerapan sistem polder selama ini dinilai sebagai salah satu jurus yang dapat me­me­cah­kan masalah banjir perkotaan.
 
Apa saja tipe-tipe polder yang dibangun ???
Ada 5 tipe polder menurut asalnya, tujuannya, maupun bentuknya, diantaranya polder diperoleh dengan cara reklamasi suatu daerah rawa, air payau, dan tanah-tanah basah, polder yang dilindungi tanggul memanjang searah sungai, polder akibat pembendungan atau penanggulan pada muara sungai, polder akibat pengendapan sedimen pada muara, polder yang terbentuk dari proses land subsidence perlahan-lahan dari muka tanah menjadi tanah rendah di bawah muka air laut rata-rata.
 
Bagaimana Kriteria Desain Sistem Polder???
Polder merupakan salah satu Sistem Tata Saluran Pembuang di Rawa yang disebut Sistem Tertutup.
   
Kondisi hidrologi dan tata air dalam sistem ini dapat dikontrol sepenuhnya oleh manusia.Biasanya sistem ini berupa sistem yang dilengkapi bangunan pengendali muka air, misalnya pintu klep otomatis. Umumnya sistem pembuangannya menggunakan pompa.
Kelengkapan sarana fisik pada sistem polder antara lain : saluran air atau kanal atau  tampungan memanjang dan waduk, tanggul, serta pompa. Saluran air atau tampungan memanjang dan waduk dibangun sebagai sarana untuk mengatur penyaluran air ketika elevasi air di titik pembuangan lebih tinggi dari elevasi saluran di dalam kawasan.Yang kedua ialah tanggul yang dibuat di sekeliling kawasan yang berguna untuk mencegah masuknya air kedalam kawasan, baik yang berasal dari luapan sungai, limpasan permukaan atau akibat naiknya muka air laut. Sebaliknya dengan adanya tanggul, air yang ada di dalam kawasan tidak dapat keluar. Tanggul dibuat dengan ukuran yang lebar, besar, dan tinggi serta dapat difungsikan sebagai jalan. Yang ketiga ialah pompa air yang berfungsi sebagai pengering air pada badan air, dan bekerja secara otomatis apabila volume atau elevasi air melebihi nilai perencanaan.
 
Gambar Cara Kerja Sistem Polder
 
Gambar
 
Apa keunggulan Sistem Polder???
Sistem Polder mampu mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari hulu, hujan setempat naiknya muka air laut (ROB). Selain dapat mengendalikan air, sistem polder juga dapat digunakan sebagai obyek wisata atau rekreasi, lahan pertanian, perikanan, dan lingkungan industri serta perkantoran.
 
Apa kelemahan Sistem Polder???
Sistem kerja pada polder sangat bergantung pada pompa. Jika pompa mati, maka kawasan akan tergenang. Sehingga diperlukan adanya pengawasan pada pompa. Selain itu, biaya operasi dan pemeliharaannya relatif mahal.
Problema penanganan banjir di lapangan untuk kota-kota di Indonesia cukup rumit karena ruang terbuka untuk resapan air semakin langka. Kondisi tersebut merupakan akibat dari Tata Ruang Wilayah dan Kawasan tidak dikelola secara memadai dan alih fungsi lahan menjadi permukiman penduduk semakin tidak terkendali. Sehingga pemerintah perlu mengoptimalkan sistem polder dengan memasang tanggul pengaman untuk kawasan rendah dan mengembangkan drainase di perkotaan yang masih memiliki gravitasi, guna mengurangi kawasan banjir akibat genangan. Dalam mengembangkan sistem polder perkotaan harus dilakukan secara terintegrasi antara rencana tata ruang dan tata air utamanya pada kota-kota pantai yang memiliki cekungan.
Setiap tetes air buangan yang jatuh pada kawasan polder harus didrainase dengan bantuan pompa, dan untuk itu perlu disosialisasikan konsep pengendalian pengembangan sistem polder berkelanjutan sebagai langkah antisipasi terhadap perubahan akibat pembangunan yang sangat mempengaruhi dan berdampak pada lingkungan.

LEBIH TINGGI DAN LEBIH TINGGI:   Evolusi dari Buttressed Core

SEPANJANG SEJARAH tinggi
bangunan, insinyur struktural telah ditemukan
sarana untuk naik lebih tinggi. Dalam
1970-an konsep tabung Fazlur R. Khan
adalah perubahan dramatis dari tradisional
sistem portal frame yang digunakan
pada struktur seperti Kekaisaran
Gedung Negara. Perkembangan selanjutnya,
termasuk sistem inti ditambah cadik,
juga disediakan arsitek dengan alat untuk mendesain
lebih tinggi, bangunan lebih efisien. Namun, hasilnya
pertumbuhannya bertahap, setiap inovasi
menandai titik pada skala progresif
gedung tinggi.
Inti yang ditopang adalah spesies yang berbeda.
Memungkinkan peningkatan tinggi yang dramatis, itu
desain menggunakan bahan-bahan konvensional
dan teknik konstruksi dan
tidak dipicu oleh perubahan
dalam bahan atau konstruksi
teknologi. Intinya
dari sistem
adalah berbentuk tripod
struktur di mana
pusat yang kuat
inti jangkar tiga
membangun sayap. Saya t
secara inheren stabil
sistem di setiap sayap itu
ditopang oleh dua lainnya.
Inti pusat menyediakan
ketahanan torsional untuk
membangun, sedangkan sayap menyediakan
ketahanan geser dan
peningkatan momen inersia
(lihat gambar 1, denah lantai tipikal
dari Burj Khalifa). The buttressed
inti mewakili konseptual
perubahan struktural
desain yang perkembangan evolusionernya
dimulai dengan Tower
Palace III, dirancang oleh Chicago berbasis
Skidmore, Owings
& Merrill LLP (SOM).
Selesai pada 2004, Tower
Istana III, berlokasi di Seoul,
Korea Selatan, mempromosikan yang baru
standar di perumahan bertingkat tinggi
pembangunan (lihat gambar
2). Pengaturan tripartitnya
menyediakan 120 derajat antara
sayap, memberi hasil maksimal
pandangan dan privasi. Meskipun
Menara Lake Point Chicago
mengatur preseden arsitektur
untuk hunian bertingkat tinggi, desain Tower Palace III
mengungkapkan solusi struktural baru untuk perumahan supertall
menara.
Tower Palace III pada awalnya dirancang lebih
dari 90 cerita, tingginya didukung oleh bentuk Y
rencana denah. Karena desain arsitekturnya menyerukan
lift di pelat lantai oval dari masing-masing sayap,
Insinyur SOM memilih untuk menghubungkan lift melalui
pusat gugus inti (bagian a dan b dari gambar 3).
Dengan demikian, "hub" menjadi lateral utama
sistem bangunan. Pada dua mekanik atas
lantai, kolom perimeter juga berada
terlibat untuk membantu dalam menahan beban lateral oleh
berarti outrigger virtual (pelat lantai di atas
dan di bawah bersamaan dengan sabuk perimeter
dinding). Meskipun tidak seefektif koneksi langsung,
ini outrigger virtual terhindar
membangun banyak koneksi
dan masalah konstruksi biasanya
terkait langsung
outrigger (lihat gambar 4).
Sepanjang
proses desain, yang
bangunan dipamerkan
struktural yang sangat baik
perilaku dan
berkinerja baik di
terowongan angin, dan itu
menjadi jelas bagi rekayasa
tim yang strukturnya
bisa jauh lebih tinggi.
Namun, karena masalah zonasi,
desain menara
sayap tertinggi dipotong dari 93
hingga 73 cerita (sayap lainnya
kemudian diangkat untuk mengimbanginya
untuk hilangnya area). Meskipun
penurunan tinggi badan,
proyek tersebut menyediakan SOM
tim dengan kesempatan untuk
mengeksplorasi pendekatan baru pada
masalah bangunan tinggi. Diberikan
Efisiensi Tower Palace III,
tim desain struktural menyimpulkan
itu, jika suatu proyek memiliki
paket cukup besar, ini
sistem dapat digunakan dalam membangun
di ketinggian ekstrim.
Di awal tahun 2003, segera setelahnya
menyelesaikan desain
Tower Palace III, SOM adalah
dihubungi tentang suatu potensi
bangunan supertall di Dubayy
(Dubai), bagian dari UnitS
O M
ed Arab Emirates. (Lihat “TheButtressed core ada di modul 9 m.
Seperti di Tower Palace III, dinding dalam
masing-masing sayap Burj Khalifa adalah
awalnya menyebar begitu saja
cara untuk memisahkan yang hidup
komponen dari bak mandi dan
komponen dapur. Ini disediakan
empat tabung interlocking, tetapi dimensinya
jauh lebih besar. Rencana ini nanti
terbukti bermasalah karena jumlahnya banyak
pintu dalam struktur dan sedikit fleksibilitas
dalam tata letak unit. Karena itu sulit untuk mematuhinya
dengan persyaratan kode Dubayy, yang menentukan aksesibilitas
ke cahaya alami di dapur. Hasilnya, tim
memulai serangkaian studi untuk melihat apakah inti pusat
bisa menahan semua efek torsional bangunan. Berikut
putaran studi parametrik dilakukan pada musim gugur
2003, sudah jelas bahwa inti pusat memiliki kekuatan yang cukup
dan kekakuan untuk melayani sebagai pusat puntir bangunan. Juga di
2003, dinding sayap disesuaikan sehingga dinding primer
sekarang berjajar di koridor di tengah setiap sayap, bukannya
menonjol ke dalam unit. Selain meningkatkan efisiensi
unit, penyesuaian ini meningkatkan efisiensi
seluruh struktur.
Studi juga dilakukan untuk menilai kemungkinan
menghilangkan kolom perimeter dengan menggunakan balok kantilever
dari dinding inti. Setelah SOM dipilih untuk merancang Burj Burj Khalifa Triumphs ”oleh William
F. Baker, P.E., S.E., F.ASCE, Sipil
Engineering, Maret 2010, halaman
44–55.) Pada tanggal 1 Maret itu
tahun, tim pergi ke New
York untuk diwawancarai
proyek, dan itu
setuju di sana bahwa singkat
persaingan ide
akan diadakan yang melibatkan
SOM dan berbagai lainnya
tim yang diundang. Mengingat
keberhasilan Tower Palace
III dan potensinya untuk dikembangkan
ke tingkat yang lebih tinggi,
Tim SOM memilih untuk menggunakan struktural ini
sistem untuk apa yang nantinya akan menjadi Burj
Khalifa (lihat gambar 5).
Sepanjang proses desain, para insinyur SOM
membuat perubahan penting pada desain Tower Palace III
yang penting bagi evolusi Burj Khalifa
inti ditopang. Desain inti pusat menara
mengandalkan kolaborasi erat pada bagian dari arsitek SOM
dan insinyur, dan pendekatan multidisipliner itu
berhasil memenuhi semua lift dan menara
sistem operasi dalam inti sambil mempertahankan
perilaku struktural yang baik. Berbeda dengan kasus Menara
Istana III, rumah pusat utama Burj Khalifa semuanya vertikal
transportasi dengan pengecualian tangga egress
dalam masing-masing sayap (lihat gambar 6).
Masing-masing dari tiga sayap membentuk Burj KhalifaKhalifa, tim teknik segera menguji menara
geometri awal di terowongan angin, hanya untuk menemukan itu
memiliki gerakan besar dan momen dasar.
Setelah analisis lebih lanjut, ditemukan bahwa hasilnya
lebih erat hubungannya dengan geometri
dan orientasi menara daripada struktural
sistem. Karena itu, sifat dinamis
struktur dimanipulasi secara berurutan
untuk meminimalkan harmonisa dengan
pasukan angin. Insinyur mampu mencapainya
ini pada dasarnya "tuning"
bangunan seolah-olah musikal
instrumen untuk menghindari
harmonik aerodinamis yang
sisa angin.
Komponen kunci dari
Struktur Burj Khalifa
desain adalah "mengelola
gravitasi. "Ini berarti
memindahkan gravitasi
memuat ke tempat mereka
akan sangat berguna
dalam melawan lateral
beban. Insinyur struktural
dimanipulasi
kemunduran menara seperti itu
dengan cara itu hidung dari tier
di atas duduk di dinding-silang dari tier di bawah, menghasilkan besar
manfaat untuk kekuatan dan ekonomi menara. Insinyur juga
menggunakan serangkaian "aturan" untuk menyederhanakan jalur pemuatan dan
konstruksi. Ini termasuk modul 9 m yang ketat
dan filsafat tanpa transfer (gambar 7).
Beberapa putaran keseimbangan kekuatan frekuensi tinggi
tes dilakukan di terowongan angin
sebagai geometri menara berevolusi
dan seperti menara itu disempurnakan secara arsitektural,
kemunduran dalam tiga sayap berikut
pola searah jarum jam (sebaliknya
ke pola berlawanan arah jarum jam di
skema asli). Setelah masing-masing
pengujian terowongan angin putaran,
data dianalisis dan
bangunan itu dibentuk kembali
untuk meminimalkan efek angin
dan mengakomodasi
perubahan tidak terkait dalam
program klien.
Secara umum, jumlahnya
dan jarak dari
kemunduran berubah, seperti yang terjadi
bentuk sayapnya.
Para desainer juga memperhatikan
bahwa spektrum kekuatan pasti
arah angin menunjukkan

HIGH RISE BUILDING

           Dalam beberapa dekade gedung-gedung tinggi seperti menara word trade centre di new york, jin mao tower di sanghai, menara petronas di kuwala lumpur, dan bur khalifa di dubai semakin terkenal di dunia terutama di kota kota besar. pada tangga 14 juli 2014,NEAT tower diresmikan sebagai gedung penakar langit tertinggi di korea selatan. walaupun belum bisa mengalahkan gedung tertinggi di dunia yang saat ini dipegang oleh burj khalifa (828 meter), berdirinya gedung tertinggi di korea selatan menandakan kebutuhan gedung tinggi semakin penting sebagai ikon kebanggaan negara tersebut.
           Untuk membuat gedung tinggi sebagai ikon kebangaan suatu kota diperlukan kesatuan yang baik antara teknologi konstruksi dan ekpresi kultural dalam aciterktur. hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi perancang gedun gedung tinggi di dunia, selain itu dalam konfersi internasional megenai gedung tinggi (sky scaper) yang digelar oleh council on tall building and urban habitat (CTBUH) di chicago pada tahun 1986, dikumandangkan bahwa perkembangan futuristik dalam perkembangan mutakhir bangunan tinggi memasuki milenium baru. "the next generation of tall building will be high quality, upscale,flexible, energi efficient,multiple-use, and adjusted to the environment''
           Burj khalifa merupakan gedung tinggi yang sangat istimewa, selain yang tertinggi di dunia saat ini, gedung ini menggunakan beton bertulang yang kesulitannya cukup tinggi. untuk mewujudkan menara ini, arsitek dan insinyur memakai prinsip geometri organik traksial yang tumbuh scara spiral sehingga perlu sistem struktur baru yang dinamakan 'buttressed core'
           Sistem struktur ini terdiri dari dinding beton mutu tinggi membentuk tiga sayap yang saling menopang satu sama lain melalui enam sisi core tengah atau hub hexagonal

Selasa, 17 April 2018

MENGENAL LEBIH JAUH SISTEM POLDER

Apa itu Sistem Polder???
Polder adalah dataran rendah yang membentuk daerah yang dikelilingi oleh tanggul. Pada daerah ini air buangan seperti air kotor dan air hujan dikumpulkan di suatu badan air (sungai, kanal) lalu dipompakan ke badan air yang lebih tinggi posisinya, hingga pada akhirnya dipompakan ke sungai atau kanal yang bermuara ke laut. Polder juga bisa diartikan sebagai tanah yang direklamasi. Sistem polder banyak diterapkan pada reklamasi laut atau muara sungai, juga pada manajemen air buangan (air kotor dan drainase hujan) di daerah yang lebih rendah dari permukaan laut dan sungai.
Penerapan sistem polder dapat memecahkan masalah banjir perkotaan. Suatu subsistem-subsistem pengelolaan tata air tersebut sangat demokratis dan mandiri sehingga dapat dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam hal pengendalian banjir kawasan permukiman mereka. Unsur terpenting di dalam sistem polder adalah organisasi pengelola, tata kelola sistem berbasis partisipasi masyarakat yang demokratis dan mandiri, serta infrastruktur tata air yang dirancang, dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat. Sedangkan pemerintah hanya bertanggung jawab terhadap pengintegrasian sistem-sistem polder, pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan sungai-sungai utama. Hal tersebut merupakan penerapan prinsip pembagian tanggung jawab dan koordinasi dalam good governance.
Sistem Polder
(Sumber : Laporan Akhir ” Pengembangan Teknologi Bangunan Air Pengendalian Banjir Perkotaan Menuju Waterfront City”)
Mengapa perlu dikembangkan Sistem Polder???
Pengembangan kota-kota pantai di Indonesia seperti Jakarta dan Semarang seringkali lebih didasarkan kepada kepentingan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pengembangan kawasan-kawasan ini menimbulkan banjir yang menunjukkan ketidakseimbangan pembangunan. Maka dari itulah perlu upaya peningkatan atau pengembangan aspek teknologi dan manajemen untuk pengendalian banjir dan ROB di kota-kota pantai di Indonesia. Dengan demikian sistem polder dikembangkan karena menggunakan paradigma baru, diantaranya berwawasan lingkungan (environment oriented), pendekatan kewilayahan (regional based), dan pemberdayaan masyarakat pengguna.
Sistem polder yang merupakan suatu daerah yang dikelilingi tanggul atau tanah tinggidibangun agar air banjir atau genangan dapat dicegah dan pengaturan air di dalamnya dapat dikuasai tanpa pengaruh keadaan di luarnya. Suatu sub­sistem-subsistem pengelolaan tata air tersebut dianggap pas dan mandiri yang dikembangkan dan dioperasikan oleh dan untuk masyarakat dalam pengen­dalian banjir kawasan per­mu­kiman. Penerapan sistem polder selama ini dinilai sebagai salah satu jurus yang dapat me­me­cah­kan masalah banjir perkotaan.

Apa saja tipe-tipe polder yang dibangun ???
Ada 5 tipe polder menurut asalnya, tujuannya, maupun bentuknya, diantaranya polder diperoleh dengan cara reklamasi suatu daerah rawa, air payau, dan tanah-tanah basah, polder yang dilindungi tanggul memanjang searah sungai, polder akibat pembendungan atau penanggulan pada muara sungai, polder akibat pengendapan sedimen pada muara, polder yang terbentuk dari proses land subsidence perlahan-lahan dari muka tanah menjadi tanah rendah di bawah muka air laut rata-rata.

Bagaimana Kriteria Desain Sistem Polder???
Polder merupakan salah satu Sistem Tata Saluran Pembuang di Rawa yang disebut Sistem Tertutup.
  
Kondisi hidrologi dan tata air dalam sistem ini dapat dikontrol sepenuhnya oleh manusia.Biasanya sistem ini berupa sistem yang dilengkapi bangunan pengendali muka air, misalnya pintu klep otomatis. Umumnya sistem pembuangannya menggunakan pompa.
Kelengkapan sarana fisik pada sistem polder antara lain : saluran air atau kanal atau  tampungan memanjang dan waduk, tanggul, serta pompa. Saluran air atau tampungan memanjang dan waduk dibangun sebagai sarana untuk mengatur penyaluran air ketika elevasi air di titik pembuangan lebih tinggi dari elevasi saluran di dalam kawasan.Yang kedua ialah tanggul yang dibuat di sekeliling kawasan yang berguna untuk mencegah masuknya air kedalam kawasan, baik yang berasal dari luapan sungai, limpasan permukaan atau akibat naiknya muka air laut. Sebaliknya dengan adanya tanggul, air yang ada di dalam kawasan tidak dapat keluar. Tanggul dibuat dengan ukuran yang lebar, besar, dan tinggi serta dapat difungsikan sebagai jalan. Yang ketiga ialah pompa air yang berfungsi sebagai pengering air pada badan air, dan bekerja secara otomatis apabila volume atau elevasi air melebihi nilai perencanaan.

Gambar Cara Kerja Sistem Polder
(Sumber:http://kompetiblog2011.studidibelanda.com/news/2011/05/1/656/holland_is_the_best_technology_in_water_management.html)
Gambar Sistem Polder
  
Apa keunggulan Sistem Polder???
Sistem Polder mampu mengendalikan banjir dan genangan akibat aliran dari hulu, hujan setempat naiknya muka air laut (ROB). Selain dapat mengendalikan air, sistem polder juga dapat digunakan sebagai obyek wisata atau rekreasi, lahan pertanian, perikanan, dan lingkungan industri serta perkantoran.

Apa kelemahan Sistem Polder???
Sistem kerja pada polder sangat bergantung pada pompa. Jika pompa mati, maka kawasan akan tergenang. Sehingga diperlukan adanya pengawasan pada pompa. Selain itu, biaya operasi dan pemeliharaannya relatif mahal.
Problema penanganan banjir di lapangan untuk kota-kota di Indonesia cukup rumit karena ruang terbuka untuk resapan air semakin langka. Kondisi tersebut merupakan akibat dari Tata Ruang Wilayah dan Kawasan tidak dikelola secara memadai dan alih fungsi lahan menjadi permukiman penduduk semakin tidak terkendali. Sehingga pemerintah perlu mengoptimalkan sistem polder dengan memasang tanggul pengaman untuk kawasan rendah dan mengembangkan drainase di perkotaan yang masih memiliki gravitasi, guna mengurangi kawasan banjir akibat genangan. Dalam mengembangkan sistem polder perkotaan harus dilakukan secara terintegrasi antara rencana tata ruang dan tata air utamanya pada kota-kota pantai yang memiliki cekungan.
Setiap tetes air buangan yang jatuh pada kawasan polder harus didrainase dengan bantuan pompa, dan untuk itu perlu disosialisasikan konsep pengendalian pengembangan sistem polder berkelanjutan sebagai langkah antisipasi terhadap perubahan akibat pembangunan yang sangat mempengaruhi dan berdampak pada lingkungan.
Cara Belanda Atasi Banjir

Belajar Banjir ke Negeri Belanda


Nama asli Belanda adalah Koninkrijk der Nederlande yang berarti negeri berdaratan rendah. Itu karena sekitar 60 persen dari negara ini terletak di bawah permukaan laut. Permukaan tertinggi terdapat di Vaalsberg dengan ketinggian 321 mdpl (meter di atas permukaan laut). Sedangkan permukaan terendah ialah Nieuwerker aan den IJssel yang berada 6,76 meter di bawah permukaan laut.

Selain itu, sebagian wilayah Belanda yang sangat datar, akan memperlambat aliran air ke laut. Kondisi tak menguntungkan ini dapat mengancam Belanda ketika musim penghujan tiba. Ini terbukti ketika banjir besar yang terus menghantam Belanda. Sehingga pada 1920, dimulailah pembangunan bendungan yang dinamakan Afsluitdijk.

Banjir masih terjadi seperti pada 1953. Banjir ini menyebabkan sebagian besar wilayah Belanda terendam banjir dan setidaknya 1.800 orang tenggelam. Belanda pun kembali membangun bendungan Oosterschelde yang merupakan bendungan canggih sepanjang 9 km dan memiliki pintu air yang bisa menutup jika air pasang dan banjir datang.

Sistem Polder juga digunakan Pemerintah Belanda untuk menghadang banjir serta mengontrol ketinggian air. Polder merupakan sebidang tanah yang rendah, dikelilingi oleh tanggul yang membentuk semacam kesatuan hidrologis buatan. Ini artinya tak ada kontak dengan air dari daerah luar, selain yang di alirkan melalui perangkat manual ke tempat tersebut.

Air buangan seperti air hujan di kumpulkan ke area Polder ini, dan di pompa ke sungai atau kanal yang langsung bermuara ke laut. Polder merupakan sistem tata air tertutup dengan meliputi berbagai elemen seperti tanggul, pompa, saluran air, kolam retensi, pengaturan lahan dan instalasi air kotor terpisah. 

Terdapat beberapa tipe Polder jika didasarkan pada asalnya dan bentuknya. Ada Polder yang merupakan dataran rendah yang dikelilingi oleh tanggul dan searah sungai. Selain itu ada Polder hasil reklamasi sebuah daerah rawa, air payau dan tanah basah. Ada juga Polder akibat pembendungan pada muara sungai.

Sesungguhnya sistem ini sudah dikembangkan Belanda pada abad ke-11, dengan adanya dewan yang bertugas menjaga ketinggian air dan menanggulangi banjir (waterschappen). Sistem ini disempurnakan pada abad ke-13 dengan menggunakan kincir angin untuk memompa air keluar dari daerah yang berada di bawah permukaan air laut. 

Berdasarkan laporan Pemerintah Belanda yang berjudul Water Management in the Netherlandspemerintah Belanda juga membangun tanggul-tanggul raksasa (Dijken) bagi daerah-daerah yang tidak memiliki Polder, agar terhindar dari gelombang pasang-surut laut. Dijken juga melindungi daerah rendah yang menjadi muara dari dua sungai besar Eropa yakni sungai Rijn dan sungai Maas. Tanggul ini terdapat di pinggir pantai provinsi Zeeland, Noord Holland, Frisland dan Groningen. 

Pemerintah Belanda juga membangun sungai dan kanal buatan. Ini sengaja dibangun untuk memudahkan hubungan dari satu sungai ke sungai lainnya melalui kota-kota tertentu. Itulah kenapa transportasi air pun menjadi modal utama di negara ini yang juga membantu perekonomian setempat. Sungai-sungai ini bisa menghubungkan Belanda dengan Jerman dan negara-negara di belakangnya melalui sungai Rijn. Sedangkan sungai Maas dapat menghubungkan Belanda dengan Belgia dan Perancis. 

Pemerintah Belanda sangat serius dalam mengatasi ancaman banjir dan gelombang laut. Ini terlihat dari pembentukan dewan khusus yakni Rijkswaterstaat yang bertanggung jawab terhadap pembangunan, inovasi dan lainnya yang berhubungan dengan pencegahan banjir dan pengelolaan air di Belanda.

Berdasarkan data dari Rijkswaterstaat, pemerintah Belanda konsisten mengucurkan $2,8 miliar untuk proyek sungainya. Alih-alih memerangi air, belanda malah memanfaatkannya untuk pembangunan negaranya. Pengelolaan air yang baik melalui sungai, bendungan, dam, kanal dan tanggul membuat sekitar empat juta penduduk Belanda terjauh dari ancaman banjir.

Belanda sudah membuktikan jika bencana alam seperti banjir dapat di hindari. Namun secara konsisten perlu dilakukan berbagai inovasi tambahan.

Di Indonesia terutama Kota Jakarta yang notabene sama seperti Belanda yang berada di bawah permukaan laut, sepertinya pun perlu melakukan langkah agresif seperti Belanda. Komitmen kuat baik dari pemerintah DKI Jakarta serta dukungan dari masyarakat sangat penting untung mengatasi banjir. Tak hanya di Jakarta tapi untuk semua wilayah di Indonesia yang sering menjadi langganan banjir.
Siapapun gubernurnya, pemprov DKI Jakarta pasti sulit mengendalikan banjir. Masalah utama di Jakarta jelas bukan terletak pada figur. Ada lagi yang sangat penting, yakni faktor geografis atau topografi.
Jakarta terletak di dataran yang sangat rendah. Di beberapa tempat ketinggian permukaan tanahnya, hanya beberapa sentimeter di atas permukaan laut. Bahkan sebagian di bawah permukaan laut dalam bentuk rawa-rawa.
Tingkat sedimentasi yang tinggi di sungai-sungainya membuat air tidak dapat mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah. Maka kanal-kanal yang tadinya diharapkan dapat membantu menggelontorkan air hujan dengan cepat ke Teluk Jakarta, tak dapat berfungsi maksimal. Tragisnya, semakin tahun permukaan tanah di Jakarta semakin menurun.
Banjir (besar) di Jakarta umumnya terjadi pada Januari-Februari karena merupakan puncak bulan basah, yakni bulan yang curah hujannya lebih dari 100 milimeter. Pada bulan-bulan ini pun tanah sudah jenuh dengan air karena penguapan air sangat kecil.
Hanya satu teknologi yang dianggap mampu meminimalisasi banjirJakarta, yakni teknologi Belanda. Negara yang berada di bawah permukaaan air laut itu, dengan teknologi bendungan dan kincir angin, selalu aman-aman saja dari terjangan banjir.
Data Arkeologi
Menurut tafsiran dari data arkeologi, banjir Jakarta sudah terjadi sejak abad ke-5 Masehi. Informasi ini disampaikan oleh Prasasti Tugu yang ditemukan di daerah Tanjung Priok. Prasasti itu dikeluarkan oleh Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanagara, menyebutkan pembuatan saluran Gomati dan Candrabhaga. Kemungkinan kedua saluran besar itu berfungsi untuk mengendalikan  banjir.
Sejak lama diyakini masalah banjir Jakarta dapat diatasi dengan membangun kanal, terusan, sodetan, dan saluran. Dulu salah satu kiat Belanda untuk mengatasi banjir di Batavia adalah membuat saluran dari Harmoni lurus ke laut membelah Jalan Gajah Mada dan Hayam Wuruk sekarang.
Banjir di Jakarta jelas sulit dihilangkan. Apalagi Jakarta memiliki tiga jenis banjir, yakni banjir lokal, banjir rob, dan banjir kiriman. Paling-paling banjir hanya bisa diminimalisasi dengan pembuatan situ atau bendungan di daerah atas (penyangga), revitalisasi/normalisasi sungai, dan pembangunan kanal/saluran/sodetan di dalam kota.
Masyarakat masa kini juga tidak memiliki kearifan lingkungan, padahal kearifan lingkungan adalah kunci ketenteraman hidup sejak ratusan tahun lalu. Pada abad ke-9—ke-10 masyarakat Jawa kuno, sudah mengenal organisasi yang berkenaan dengan lingkungan hidup. Beberapa petugas kerajaan yang berhubungan dengan lingkungan hidup, antara lain tuha alas, juru alas, atau pasuk alas(menunjukkan profesi pengawas kehutanan). 
Sebutan demikian terdapat pada Prasasti Jurungan (876 M), Tunahan (872), Haliwangbang (877), Mulak (878), Mamali (878), Kwak I (879), Taragal (830), Kubukubu (905), Cane (1021), Sarsahan (908), dan Kaladi (909). Selain itu, ada jabatan tuhaburu, yakni pejabat yang mengurusi masalah perburuan binatang di hutan.
Untuk menanggulangi timbulnya bencana alam yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem, Raja Airlangga pernah memerintahkan pembangunan Bendungan Wringin Sapta. Berkat adanya penampungan air tersebut, sebagaimana informasi dari Prasasti Kamalagyan (1037), kehidupan penduduk menjadi tenang.
Sebelumnya, Sungai Brantas sering kali menjebolkan tanggul di Wringin Sapta sehingga banyak desa di bagian hilir kebanjiran. Tapi setelah adanya bendungan, aliran Sungai Brantas dipecah menjadi tiga bagian, sehingga air menjadi tenang.
Petugas lain yang disebutkan prasasti adalah hulair atau lebleb, sekarang mungkin ulu-ulu. Hulair bertugas mengurusi masalah irigasi di pedesaan. Berkat adanya petugas itu, lahan-lahan pertanian tidak pernah kekeringan.  
Dulu kemurkaan Sungai Brantas dan Bengawan Solo bisa diminimalisasi lewat pembuatan bendungan dan kearifan lingkungan. Seharusnya keganasan Sungai Ciliwung dan sungai-sungai lain pun mampu ditanggulangi dengan cara demikian. Sudah saatnya pemprov DKI Jakarta mengacu pada data arkeologi.
Citra Satelit
Penelitian citra satelit terhadap Situs Trowulan (Jawa Timur) pernah mengidentifikasi adanya saluran-saluran saling tegak lurus yang bermuara pada Sungai Gintung dan Sungai Brantas. Melalui foto udara inframerah juga diketahui masih adanya berbagai peninggalan purbakala di bawah permukaan tanah (Aris Poniman dan Priyadi Kardono, 1996).
Ketika itu berhasil terekam pula kondisi situs-situs kuno Banten Lama, Muara Jambi, Muara Takus, Palembang, Penanggungan, Leang-leang, dan Somba Opu. Penelitian Jakarta purba tentu saja bisa dilakukan seperti itu. Melalui bantuan alat modern, para ilmuwan mampu mengetahui adanya alur sungai, garis pantai, pulau, dan saluran purba di suatu situs.
Berdasarkan ‘penemuan’ tersebut, seharusnya sejumlah sungai purbadiaktifkan kembali untuk mengurangi dampak banjir yang sering melanda negara kita. Sungai-sungai purba itu terbukti memberi peran sangat besar untuk kehidupan penduduk sekaligus melestarikan lingkungan pada masa lampau.
Banyak kearifan kuno sebenarnya masih sangat relevan dengan kondisi saat ini.***
Sebenarnya ada hal penting yang harus kira ketahui, mengapa banjir di jakarta tak kunjung usai. ini karena banyak gedung-gedung pencakar langit yang saat ini menggunakan sumur sintesis, dan dampak dari banyaknya sumur sintesis akan membuat tanah di suwatu daerah akan menurun. dan itu yang akan membuat keadaan semakin parah.